Banjir melanda sejumlah wilayah Jakarta, Kamis (21/4/2016) lalu. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayatmenampilkan sikap yang berbeda menghadapi masalah banjir tersebut.
Ahok menyatakan keheranannya dengan adanya banjir di beberapa tempat, padahal menurut dia seharusnya itu tidak terjadi. Ia pun menyalahkan anak buahnya terkait penanganan lapangan mereka saat menghadapi banjir.
Dalam rapat terbuka yang digelar di Balai Kota DKI, Ahokmeluapkan kemarahannya kepada Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi terkait genangan yang muncul di Pademangan, Jakarta Utara dan Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Ahok marah karena mesin pompa di rumah pompa Ancol, Pademangan, dimatikan saat banjir pada Kamis itu. (Baca: Ahok "Semprot" Wali Kota Jakut karena Ada Pompa Dimatikan)
Ahok mengatakan, tidak masuk akal bahwa mesin pompa dimatikan dengan alasan air laut masuk melewati tanggul. Ia justru mendapat informasi dari petugas di lapangan bahwa belum pernah ada air laut masuk melebihi ketinggian tanggul. Ketinggian tanggul mencapai 2,8 meter.
"Dia (petugas) bilang air laut pasang paling tinggi 2,6 meter, itu juga belum melintas di pintu air. Jadi, tidak ada cerita pompa dimatiin karena air laut melimpas," ujar Ahok.
Rustam pun kena "semprot" Ahok.
Peserta lain dalam rapat itu adalah Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede, para petugas Dinas Tata Air, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Djarot kalem
Di tempat terpisah, Djarot menunjukkan sikap kalem dalam menghadapi banjir. Ia meminta warga untuk tidak saling menyalahkan terkait banjir.
Usai shalat di Masjid Al Abror, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Jumat kemarin, Djarot meminta warga untuk bertanggung jawab dengan lingkungannya sendiri.
Ia menegaskan banjir yang terjadi hari Kamis itu juga karena faktor alam. Namun, ia berharap warga tidak menyalahkan alam, misalnya dengan menyebut bencana itu karena banjir kiriman.
"Kalau banjir iyalah, hujan segitu lamanya, masuk sangat lebat, dan merata lagi. Kiriman dari Depok enggak apa-apa, kita enggak usah saling menyalahkan ya, saya bilang tadi, kerja saja kita, capek saling menyalahkan," kata Djarot.
Ia juga mengatakan, kasus mesin pompa mati agar tidak buru-buru menyalahkan Dinas Tata Air. Sebaiknya dilihat dulu masalahnya, apakah ada unsur sengaja atau karena faktor alam.
"Begini, pompa rusak ada penyebabnya ya. Salah satu yang paling sering adalah karena sampah. Makanya, kalau Dinas Tata Air sudah tahu mau rusak enggak diperbaiki, ya salah dia. Tetapi, kalau sudah bagus betul kemudian (rusak) karena faktor alam, apakah salah dia," kata Djarot.
Ia menekankan, jika terjadi banjir kemudian pompa air tidak dihidupkan, itu bisa dikatakan salah.
"Kalau salah itu apabila sudah rusak, kena sampah, terus dia diam saja, enggak diperbaiki, ya ini enggak benar, atau ketika banjir, pompanya enggak diaktifkan. Nah, ini baru salah," kata Djarot.
Sumber:Kompas
Post a Comment