Asap terus mengepul dari batangan rokok yang diisap para lelaki di belakang sebuah restoran. Sembari melepas penat, mereka melontarkan berbagai lelucon untuk memancing gelak tawa.
Sayup-sayup suara azan Maghrib sampai ke rumah makan itu. Tapi diabaikan. Dianggap angin lalu saja. Tetap berbahak. Larut dalam canda. Mereka tak beranjak untuk berwudu dan menunaikan sholat.
Dari kejauhan, terlihat sang sepasang juragan terus memperhatikan. Dengan pandangan penuh tanya, keheranan. Benak berkecamuk, terus memikirkan kebiasaan anak buah yang abai pada sholat. Memilih guyon daripada memenuhi panggilan azan itu.
“Mengapa tak ada yang sholat berjamaah?” taya itu terus berputar. Pasangan juragan warung makan itu resah.
Bos yang tengah resah memikirkan kebiasaan anak buahnya itu adalah Jody Brotosuseno dan sang istri, Siti Handayani, alias Aniek. Mereka pemilik perusahan Waroeng Grup. Keduanya gundah tatkala teringat ayat-ayat Alquran soal pertanggungjawaban pemimpin atas bawahan mereka.
Apalagi kala itu bisnis kuliner yang mereka bangun semakin besar. Kesibukan semakin bertambah. Keruwetan mengatur perusahaan menambah beban di hati. Keduanya juga curiga pada kejujuran para anak buah.
Berangkat dari keresahan-keresahan itu, Jody dan Aniek memutuskan ikut pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) pada 2007. Sejak itulah, sedikit demi sedikit, keduanya mengubah budaya kerja di Waroeng Grup
***
Tak lama berselang Jody dan Aniek sepakat mengumpulkan semua pegawai di tiap tingkatan manajemen perusahan. Keduanya memberi tantangan pada karyawan untuk berhenti merokok. Bagi siapapun yang gagal menaklukkan tantangan ini, diminta segera mengundurkan diri.
Tak lama berselang Jody dan Aniek sepakat mengumpulkan semua pegawai di tiap tingkatan manajemen perusahan. Keduanya memberi tantangan pada karyawan untuk berhenti merokok. Bagi siapapun yang gagal menaklukkan tantangan ini, diminta segera mengundurkan diri.
"Saya terapkan ke karyawan level atas yang di top manajemen, " tutur Aniek Jody kepadaDream.co.id melalui sambungan telepon.
"Dia seorang perokok berat dan saya minta bisa nggak nih di awal tahun sudah berhenti merokok. Awalnya becandaan tapi alhamdulillah mereka menanggapi serius, " tambah dia.
Aniek tegas memberlakukan aturan tersebut. Jumlah karyawan yang didominasi laki-laki muda, berumur 20-an tahun, membuatnya segera mengambil tindakan. Bersama sang suami, dia tak ingin uang anak-anak muda ini terbakar sia-sia bersama gulungan rokok yang mereka isap setiap saat.
Akhirnya Jody dan Aniek sepakat melanjutkan peraturan larangan merokok hingga tingkat bawah. Banyak kendala memang. Namun mereka tak gentar. Keduanya membajakan tekad, ingin mengubah budaya kerja di Waroeng Grup ke arah positif.
"Di awal tahun 2010 Waroeng sudah harus bersih dari asap rokok dan enam bulan sebelumnya telah disampaikan. Di bawah itu ramai bergejolak dan ada lebih dari 10 orang yang mengundurkan diri," imbuh Aniek.
Meski demikian, mereka akhirnya bisa tersenyum. Banyak karyawan yang berhasil terlepas dari jerat nikotin. Aniek dan Jody berprinsip bahwa dalam menyajikan makanan, semua karyawannya harus terbebas dari asap rokok.
Sumber:Dream
Post a Comment