Niniek L. Karim menjadi salah satu pemeran senior Indonesia yang masih produktif. Memenangkan dua Piala Citra lewat film Ibunda (1986) dan Pacar Ketinggalan Cerita (1989), Niniek juga masih aktif tampil berakting di film maupun panggung teater hingga sekarang. Tahun ini pun ia terpilih menjadi ketua panitia rangkaian acara Hari Film Nasional (HFN) 2016. Sebuah perjalanan karier yang terbilang mengesankan, apalagi bila mengingat Niniek tadinya tak punya niat menggeluti seni peran.
"Saya dulu juga nggak sekolah khusus untuk [akting], saya kuliah 'kan ambil psikologi, sekarang jadi dosen psikologi. Hidup saya itu lebih banyak kebetulan, tetapi begitu saya dapat, saya pelihara kalau sesuai dengan passion, kegairahan saya," ungkap Niniek saat diwawancara oleh Muvila di sela-sela acara Pesta Rakyat HFN 2016 pada 2 April lalu.
Aktris kelahiran Mataram, 14 Januari 1949 ini pun menceritakan persentuhannya dengan dunia akting diawali saat ia diminta mendiang Teguh Karya untuk ikut bermain dalam sebuah pertunjukan di festival teater antarkampus. Penampilan Niniek ternyata memberi kesan bagi para juri yang berasal dari sanggar-sanggar teater terkenal pada masa itu, sampai-sampai ia juga diganjar penghargaan. Dari sana, Niniek diajak Teguh untuk bergabung di Teater Populer, yang membawanya masuk ke dunia teater dan film.
Aktris kelahiran Mataram, 14 Januari 1949 ini pun menceritakan persentuhannya dengan dunia akting diawali saat ia diminta mendiang Teguh Karya untuk ikut bermain dalam sebuah pertunjukan di festival teater antarkampus. Penampilan Niniek ternyata memberi kesan bagi para juri yang berasal dari sanggar-sanggar teater terkenal pada masa itu, sampai-sampai ia juga diganjar penghargaan. Dari sana, Niniek diajak Teguh untuk bergabung di Teater Populer, yang membawanya masuk ke dunia teater dan film.
"Saya diajak, pertama kali menolak, yang kedua kali saya ikut. Tapi, begitu saya ikut, saya sepenuh hati. Begitu saya mengiyakan suatu ajakan pada diri saya, dan ajakan itu memang menggairahkan saya, saya pelihara, bahkan sampai berdarah-darah. Saya korbankan segala-galanya, saya tidak jajan karena uangnya untuk naik bajaj supaya saya bisa datang tepat waktu," kenangnya.
Keseriusan itu pun terus ia pertahankan. Salah satu buktinya, Niniek kembali pernah masuk nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia untuk film Ketika Cinta Bertasbih 2 di tahun 2009 di kategori Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. Aktris yang tahun lalu muncul di film Nay dan Ayah Menyayangi Tanpa Akhir ini pun memberi kiat yang ia lakukan dalam memainkan setiap peran, yang dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab atas pilihannya untuk terjun di seni peran.
"Saya pelajari, saya cari, saya lumat. Sebelum saya telan saya lumat dulu sampai sehalus mungkin, kemudian saya telan sehingga jadi darah saya, urat saya, dan daging saya. Lamanya tergantung. Kayak dulu saya diminta monolog diam, satu jam 20 menit tidak ngomong, sendiri di atas panggung. Eksplorasinya satu setengah bulan dari sini ke Bali jalan darat," jelasnya.
"Tapi ya itu, kalau sesuatu yang memang menggairahkan kita, tidak ada kata malas. Malas itulah setan yang pertama. Dan, satu lagi, jangan cepat puas. Saya tidak pernah puas. Kalau selesai memerankan sesuatu, walaupun saya dapat Citra atau penghargaan ini itu, saya selalu merasa harusnya bisa lebih baik, tetap kurang puas," ujar pemeran film May(2008) dan Merry Riana: Mimpi Sejuta Dollar (2014) ini.
Dalam waktu dekat, Niniek juga rencananya akan terlibat dalam sebuah produksi film baru bersama beberapa aktris senior lain. Proyek ini sejauh ini masih dalam pengembangan, dan Niniek pun belum mau membocorkan detailnya, selain premis dasarnya.
"Kemarin saya diajak bikin film tentang tiga perempuan tua bersahabat, lalu bersama-sama membantu salah satu dari mereka mencari anaknya yang hilang. Gitu aja ceritanya, saya akan bermain salah satunya dengan Widyawati. Kemarin baru bicara dengan penulis skenarionya dan dia sendiri baru akan memperhalus skripnya," tuturnya.
Sumber:Muvila
Post a Comment