Jakarta - Anggota Komisi D dari DPRD DKI Fraksi Partai Hanura
Muhammad Guntur diperiksa KPK terkait kasus suap pembahasan raperda
Reklamasi Teluk Jakarta. Usai diperiksa ia menyebut Sanusi bukanlah
pemain utama.
"Setahu saya sih, saya sudah katakan saudara Sanusi
itu bukan pemain utamalah," ujar Guntur, di KPK, Jl Rasuna Said,
Jakarta Selatan, Rabu (15/6/2016).
Ia berharap agar Ketua Komisi D
non aktif M Sanusi yang telay ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus
ini bisa menjalankan sidang dengan baik. Guntur berharap agar Sanusi
membuka pihak-pihak siapa saja yang terlibat dalam kasus ini.
"Ya
mudah-mudahan sahabat saya Sanusi dapat menejalankan sidangnya dengan
baik dan benar ya. Mungkin satu pesan saya, mudah-mudahan beliau dapat
membuka semua lah agar persoalan ini bisa cepat selesai kita dapat
bekerja lagi dengan baik dan benar," kata Guntur.
Lalu, siapa pemain utama yang disebut Guntur? Ia mengaku telah memberitahu penyidik siapa yang menjadi dalang dari perkara ini.
"Tanya
ke penyidik saja saya sudah menyampaikan itu kepada penyidik KPK.
Mudah-mudahan penyidik KPK bisa mencari lah ya," kata Guntur.
Ia
lantas tidak mau menjelaskan lagi apa yang ia ketahui kepada awak media.
Ia hanya menjelaskan telah memberitahu penyidik seputar yang ia
ketahui.
Sebelumnya dalam wawancara terpisah, Guntur mengaku
pernah mendengar terkait tawaran uang suap Rp 5 miliar untuk anggota
DPRD DKI, ada pula kabar suap Rp 100 juta hingga Rp 200 juta demi
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) soal reklamasi Teluk
Jakarta.
"Kalau saya dengar sih isunya itu akhir tahun. Akhir
tahun itu memang ada isu-isu akan disebar lah. Saya dengar bukan Rp 100
juta, tapi Rp 200 juta malahan, per kepala," kata anggota Fraksi Partai
Hanura Muhammad Guntur, Sabtu (16/4/2016) via telepon.
Namun
demikian, Guntur melanjutkan, sebagian besar anggota dewan menolaknya.
Entah karena ditolak, tidak jadi diturunkan, atau sebab lain, yang jelas
Guntur mengaku tidak menerima duit itu.
Dalam kasus ini, KPK
telah menetapkan 3 orang tersangka yaitu M Sanusi, Presiden Direktur PT
Agung Podomoro Land (PT APL) Ariesman Widjaja serta Trinanda Prihantoro
selaku Personal Assistant di PT APL.
Kasus ini terkait dengan
pembahasan dua raperda yakni Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana
Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment