Agen Judi Online

Saturday, April 16, 2016

The Jungle Book Tak Tertutupi Teknologi

 Menganggap bahwa studio Disney mentok ide dengan banyak membuatremake live action dari film-film animasi klasiknya mungkin ada benarnya. Tetapi, harus diingat pula bahwa perlakuan terhadap cerita-cerita tersebut memang tidak asal-asalan.Alice in Wonderland (2010), Maleficent (2014), hingga Cinderella (2015) membuktikan bahwa Disney sanggup mengolah kisah lawas menjadi tontonan masa kini, yang sedikit banyak terbantu oleh teknologi sinema yang semakin mutakhir.
Tentang hal itu, mungkin tidak ada bukti yang lebih nyata daripada yang terbaru, The Jungle Book. Diarahkan oleh Jon Favreau, film ini mentransformasikan animasi Disney klasik The Jungle Book (1967) menjadi sebuah film layar lebar 'live-action' yang sarat akan kekuatan teknologi.
Bagaimana tidak, sebagian besar yang tampak di layar adalah animasi digital yang dibuat tampak nyata, kecuali sang tokoh utama, bocah laki-laki bernama Mowgli (diperankan Neel Sethi). Yang jelas, kecanggihan serta keindahan visual The Jungle Book versi baru ini akan sangat mudah dan memang patut dikagumi.
Meski demikian, film ini pun tidak lalai dari tugas utamanya, yaitu bercerita. Dengan skenario yang ditulis Justin Marks berdasarkan kumpulan cerita karangan Rudyard Kipling,The Jungle Book versi terbaru ini disusun sebagai sebuah cerita petualangan pencarian jati diri dengan tuturan yang terbilang sederhana, namun tetap bermakna.
Seperti premis dalam kisah The Jungle Book aslinya, film ini kisahkan tentang Mowgli, anak manusia yang terlantar di hutan saat bayi, lalu dibesarkan oleh kawanan serigala. Anak ini pun kemudian menjadi bagian dari penghuni hutan belantara India layaknya para satwa lain yang ada di sana.
The Jungle Book versi baru ini tidak terlalu berkutat pada asal muasal Mowgli, melainkan langsung bertutur tentang petualangan Mowgli yang hidup menyatu dengan kawanan satwa di sekitarnya—di sini digambarkan mereka berkomunikasi dalam satu bahasa yang sama, sekalipun ia jelas-jelas berbeda dari yang lain.
Suatu ketika, perbedaan itu pula yang memaksanya meninggalkan hutan karena ancaman dari harimau Shere Khan (diisi suara Idris Elba), yang sangat membenci spesies manusia. Ditemani oleh panther Bagheera (Ben Kingsley), Mowgli memulai perjalanan melintasi hutan belantara untuk menemukan kaumnya sendiri yang tak pernah dikenalnya. Berbagai tantangan dan rintangan harus ia hadapi, sebab ternyata Shere Khan tak hanya ingin Mowgli pergi, tetapi juga mengincar nyawanya. Niat keji Shere Khan itu pula yang membuat kehidupan satwa lain ikut terancam.
Di atas kertas memang sepertinya film ini tidak berubah dari kisah sebelumnya: Mowgli protagonis, Shere Khan antagonis, lalu ada Bagheera yang bijak dan beruang Baloo (Bill Murray) yang kocak sebagai penyeimbang, ditambah si ular Kaa (Scarlett Johansson) dan orang utan Louie (Christopher Walken) yang licik sebagai penambah warna petualangan Mowgli. Pemetaan yang cukup jelas tersebut membuat film ini sangat mudah diikuti arahnya.
Namun, film ini juga berhasil memuat sebuah bobot lebih sehingga film ini tak jatuh jadi dangkal. Setidaknya ada dua tema kuat yang ditampilkan sepanjang film ini. Yang pertama adalah langkah-langkah Mowgli mengenali jati dirinya sebagai manusia. Terbiasa hidup di antara satwa, Mowgli pun perlahan mengenal tentang manusia dari sudut pandang hewan, yang bisa juga menjadi cermin bagi para manusia yang menonton film ini.
Tema kedua adalah pembuktian Mowgli yang memiliki kelebihan dalam hal kreativitas melebihi spesies lain. Ia tidak menjadikan kemampuannya itu alasan untuk menindas dan berkuasa, sebab ia memiliki ikatan persaudaraan kuat, sebagaimana ia telah dibesarkan oleh hewan-hewan di sekitarnya dengan kasih sayang. Hutan akan selalu jadi rumahnya, dan para hewan ini akan selalu jadi keluarganya.
Dari semua itu, terlihat ada upaya dari Favreau dan timnya untuk menuturkan kisah klasik dengan cara modern, namun masih khas Disney. Hasilnya, film ini dituturkan layaknya dongeng imajinatif, namun dengan set-up dan sebab akibat yang logis dan rapi. Film ini juga tanpa malu-malu memasukkan lagu-lagu dari versi animasinya untuk dinyanyikan beberapa tokohnya, yang tak hanya memberi nilai nostalgia, tetapi juga memaksimalkan sisi fun film ini. 
Cukup menarik bahwa tampilan visual yang lebih nyata tak lantas memaksa Favreau membuat filmnya jadi terlampau kompleks dan gelap. Film ini justru menunjukkan kesanggupan mengolah semua sumber daya yang ada menjadi sajian yang bisa dinikmati semua umur. Sebuah film yang berkisah sederhana namun believable, dengan mempertahankan unsur fantasi, humor, serta nilai-nilai keluarga yang menggugah, tanpa terlihat kewalahan dalam menyatukannya dengan dimensi realistis visualnya. Disney lagi-lagi membuktikan bahwa sumber ceritanya boleh saja tak orisinal, tetapi kreativitas dalam bertutur dan mengemasnya tetap bisa menyegarkan.
Sumber:Muvila

Post a Comment

Film

Hiburan

Celeb

 
Copyright © 2014 Berita Online 24